Ilmu Ukur Tanah [IUT]
jawaban IUT berdasarkan data dari @akmalputera
1) Metode Pengukuran Jarak
1) Metode Pengukuran Jarak
9 Metode Segitiga Sama Kaki
Prinsipnya berdasar pemecahan pada sebuah segitiga sama kaki. Terdapat dua metoda dasar, yaitu :
ƒ Metode Pertama
Basis yang digunakan konstan dan sudut paralaks adalah variabel yang harus ditentukan nilainya.
Untuk penentuan jaraknya, dipakai sebuh mistar basis yang panjangnya tepat 2 meter yang umumnya dipasang mendatar. Sudut paralaks g diukur dengan theodolit. Dalam hal ini mistar basis dipasang mendatar, maka sudut g adalah sudut mendatar.
ƒ Metode Kedua
Sudut paralaks konstan, sedangkan basis adalah variabel yang harus ditentukan nilainya (Gambar 3).
Panjang S dibaca pada mistar yang bisanya dipasang tegak. Pengukuran jarak optis pada alat sipat datar menggunakan prinsip metode kedua.
9 Metode Tangensial
Jarak mendatar HD antara titik P dan Q akan ditentukan. Theodolit ditempatkan di titik P dan rambu diletakkan tegak di titik Q. Garis bidik diarahkan ke A di rambu dan dibaca sudut miring di A (mA). Kemudian garis bidik diarahkan ke B dan dibaca sudut miringnya (mB). Selisih pembacaan skala rambu di A dan B menghasilkan jarak S = AB
9 Metode Stadia
Metode stadia adalah pengukuran jarak optis dengan sudut paralaks konstan. Jika alat yang dipakai adalah sipat datar, maka jarak optisnya adalah jarak mendatar, karena garis bidik alat ukur sipat datar selalu dibuat mendatar. Dalam pengukuran situasi, alat yang digunakan adalah theodolit. Garis bidik diarahkan ke rambu yang ditegakkan di atas titik yang akan diukur jaraknya dari alat tersebut. Dalam hal ini garis bidik tidak mendatar. Jika sudut tegak
9 Metode Subtense
Metode subtense adalah pengukuran jarak optis dengan rambu basis 2 m. Prinsip dasar metoda ini adalah mencari garis tinggi segitiga sama kaki, yang panjang alasnya (basis) diketahui dan sudut paralaks yang dihadapannya diukur.
Metode ini dinamakan metode ‘subtense’ karena sudut g harus dinyatakan dalam detik (“). Sudut g adalah sudut horisontal dan diukur dengan theodolit. Walaupun tinggi theodolit dan tinggi rambu basis tidak sama tinggi, namun jarak yang diperoleh adalah jarak mendatar.
2) Kesalahan dalam Pengukuran
9 Sumber Kesalahan pada Instrumen
ƒ Instrumen Tidak pada Keadaan Teratur
Garis bidik tidak sejajar dengan garis arah nivo (kecuali untuk alat sipat datar otomatik) sehingga jika teropong diputar tidak terbentuk bidang kerucut, tetapi bidang datar.
ƒ Benang Silang Tidak Tepat Horisontal
Pembacaan rambu ditepatkan dekat pusat benang silang horisontal akan menghilangkan atau membuat minimum kesalahan potensial ini.
ƒ Panjang Rambu Tidak Benar
Pembagian skala yang tak akurat pada rambu menyebabkan kesalahan dalam beda elevasi terukur serupa dengan yang diakibatkan oleh pembagian skala tidak tepat pada pita. Pembagian skala rambu harus dicek dengan membandingkan terhadap pita yang dibakukan.
ƒ Kaki Tiga Longgar
Baut yang terlalu longgar atau ketat menyebabkan gerakan atau tegangan yang mempengaruhi bagian atas instrumen.
ƒ Paralaks
Paralaks disebabkan oleh lensa obyektif dan/atau okuler yang tidak sempurna menyebabkan pembacaan rambu yang tidak benar.
9 Sumber Kesalahan dari Alam
ƒ Kelengkungan Bumi
Pengaruh kelengkungan bumi adalah meningkatkan pembacaan rambu. Dengan menyamakan bidikan plus dan minus menghilangkan kesalahan oleh sebab ini.
VII -
ƒ Biasan
Berkas sinar dari obyek ke teropong dibelokkan, membuat garis bidik berbentuk konkaf terhadap permukaan bumi, dan karenanya mengurangi pembacaan rambu.
ƒ Suhu
Panas menyebabkan rambu sipat datar mengembang, tetapi pengaruhnya tak berarti dalam sipat datar bias. Maka jika pengukuran berada di tempat yang terkena terik matahari secara langsung, gunakanlah payung untuk melindungi alat.
ƒ Angin
Angin yang kuat menyebabkan instrumen bergetar dan rambu tidak tenang.
9 Sumber Kesalahan dari Personel
ƒ Kesalahan Membaca Rambu
Pembacaan rambu yang tidak benar disebabkan oleh paralaks, kondisi cuaca yang buruk, bidikan-bidikan panjang, penempatan sasaran dan rambu yang tidak baik, dan juga interpolasi yang tidak tepat, serta pertukaran letak angka-angka. Bidikan- bidikan pendek dibuat untuk menyesuaikan kondisi cuaca dan instrument agar dapat dikurangi banyaknya kesalahan pembacaan.
ƒ Rambu yang Tidak Tegak
Kesalahan ini dapat dihilangkan dengan memakai sebuah nivo rambu yang telah diatur.
ƒ Pemasangan Sasaran
Sasaran yang tidak terkunci tepat pada letak yang diminta oleh pengamat karena bergeser turun. Bidikan pengecekan selalu harus dilaksanakan setelah sasaran dikunci letaknya.
3) Pengukuran Kerangka Vertikal Peta
Kerangka vertikal peta diukur dengan metode waterpasing memanjang yaitu sebagai berikut :
i. Jalur pengukuran waterpasing harus melalui semua patok poligon.
ii. Jalur pengukuran waterpasing harus membentuk sirkuit (lingkaran) sehingga pada jarak tertentu tertentu dilakukan pengukuran waterpasing dari patok yang berada di tepi kiri sungai ke patok yang berada di tepi kanan sungai
(berseberangan), dan sebaliknya.
iii. Alat ukur waterpas yang digunakan harus jenis automatic level.
iv. Setiap akan melakukan pengukuran harus terlebih dahulu dilakukan kalibrasi alat ukur waterpas.
v. Jika lebar sungai yang diukur melampaui jangkauan jarak baca alat ukur waterpas yang digunakan, maka pengukuran waterpasing dari patok tetap utama ke patok tetap utama yang saling berada di seberang sungai bisa dilakukan dengan bantuan permukaan air sungai.
vi. Jika menggunakan bantuan permukaan air sungai, pengukuran dari patok tetap utama yang berada di tepi kiri sungai harus dilakukan pada saat yang sama dengan pengukuran dari patok tetap utama yang berada di tepi kanan sungai.
vii. Pelaksanaan pengukuran waterpasing harus dilakukan secara pergi-pulang. viii. Rambu ukur yang digunakan harus mempunyai interval skala yang benar.
ix. Pada pengukuran setiap slag, usahakan agar alat ukur waterpas selalu berdiri di tengah- tengah di antara kedua rambu ukur.
x. Setiap pembacaan rambu ukur harus dilakukan pada ketiga benang, yaitu
benang atas, benang tengah, dan benang bawah.
xi. Jumlah slag dalam tiap seksi pengukuran diusahakan genap.
xii. Jalur pengukuran waterpasing dan arah pembacaan tiap slag harus dibuat sketsanya,
xiii. Sketsa jalur pengukuran waterpasing harus dilengkapi dengan arah utara.
xiv. Selisih antara jumlah beda tinggi hasil pengukuran pergi dengan jumlah beda tinggi hasil pengukuran pulang dalam tiap seksi harus 8 mm D, dengan pengertian bahwa D adalah panjang seksi dalam satuan km.
xv. Setiap lembar formulir data ukur waterpasing harus ditulis nomor lembarnya, nama pekerjaan, nama pengukur, alat yang digunakan, merek dan nomor seri alat yang digunakan, tanggal dan tahun pengukuran, dan keadaan cuaca pada saat melakukan pengukuran.
b) Pengukuran Situasi
Pengukuran situasi dilakukan dengan metode tachymetri, yaitu sebagai berikut :
i. Teodolit yang digunakan sebaiknya dilengkapi dengan bousole.
ii. Setiap akan melakukan pengukuran harus terlebih dahulu dilakukan kalibrasi teodolit.
iii. Rambu ukur yang digunakan harus memiliki interval skala yang benar.
iv. Batas Areal di tepi kiri dan di tepi kanan sungai yang diukur situasinya tergantung pada tujuan penggunaan peta situasi.
v. Unsur situasi yang diukur terdiri atas
- | bentuk planimetris alur sungai, | |
- | bentuk palung sungai, | |
- | semua drainase yang masuk ke sungai, | |
- | bentuk planimetris alur drainase, | |
- | bentuk palung drainase, | |
- | bentuk planimetris tanggul, | |
- | bentuk relief areal di sepanjang tepi kiri dan tepi kanan sungai, | |
- | batas perubahan bentuk penggunaan lahan di areal tepi kiri dan | tepi |
kanan sungai, |
- semua bangunan yang ada di sepanjang areal di tepi kiri dan di tepi kanan sungai,
- semua bangunan yang ada di sungai, misalnya jembatan, tubuh
bendung, ground sill, dermaga, pelindung tebing sungai, rumah yang menjorok ke alur sungai, dan semua bangunan lainnya,
- catat bentuk penggunaan lahan di areal tepi kiri dan tepi kanan sungai,
vi. Jumlah detail unsur situasi yang diukur harus betul-betul representatif, oleh sebab itu kerapatan letak detail harus selalu dipertimbangkan terhadap bentuk unsur situasi serta skala dari peta yang akan dibuat,
vii. Setiap pembacaan rambu ukur harus dilakukan pada ketiga benang, yaitu benang atas, benang tengah, dan benang bawah,
viii. Semua detail situasi yang diukur harus dibuat sketsanya, ix. Sketsa detail situasi harus dilengkapi dengan arah utara,
x. Setiap lembar formulir data ukur detail situasi harus ditulis nomor lembarnya, nama pekerjaan, nama pengukur, alat yang digunakan, merek dan nomor seri
alat yang digunakan, tanggal dan tahun pengukuran, dan keadaan cuaca pada
saat melakukan pengukuran.
5) Pengukuran penampang melintang sungai
Pengukuran penampang melintang sungai dilakukan dengan metode tachymetri yaitu sebagai berikut.
i. Jarak antarpenampang melintang yang diukur bergantung pada kegunaan gambar penampang melintang tersebut.
ii. Teodolit yang digunakan mempunyai ketelitian £ 30 detik.
iii. Setiap akan melakukan pengukuran terlebih dahulu dilakukan kalibrasi teodolit.
iv. Rambu ukur yang digunakan harus memiliki interval skala yang benar.
v. Arah penampang melintang yang diukur diusahakan tegak lurus alur sungai.
vi. Batas pengambilan detail di areal tepi kiri dan di areal tepi kanan sungai tergantung pada kegunaan gambar penampang melintang tersebut.
vii. Detail yang ukur harus dapat mewakili bentuk irisan melintang alur sungai dan relief areal di tepi kiri serta di tepi kanan sungai setempat.
viii. Apabila di areal tepi kiri atau di areal tepi kanan sungai terdapat bangunan permanen seperti halnya rumah, maka letak batas dan ketinggian lantai rumah tersebut harus diukur, dan diperlakukan sebagai detail irisan melintang.
ix. Jumlah dan kerapatan letak detail yang diukur harus dipertimbangkan pula terhadap skala gambar penampang melintang yang akan dibuat.
x. Apabila kondisi aliran sungai tidak memungkinkan untuk menggunakan rambu ukur, maka pengukuran detail dasar sungai dilakukan dengan cara sounding.
xi. Pelaksanaan sounding dapat dilakukan dengan menggunakan echo sounder atau dengan peralatan lainnya.
xii. Ketinggian permukaan air sungai pada tiap penampang melintang harus diukur pada saat mengukur penampang melintang .
xiii. Setiap detail yang diukur harus dibuat sketsanya, dan sketsa detail penampang melintang tidak boleh terbalik antara letak tebing kiri sungai dengan letak tebing kanan sungai.
xiv. Setiap pembacaan rambu ukur harus dilakukan pada ketiga benang, yaitu benang atas, benang tengah dan benang bawah.
xv. Setiap lembar formulir data ukur penampang melintang harus ditulis nomor lembarnya, nama pekerjaan, nama pengukur, alat yang digunakan, merek dan nomor seri alat yang digunakan, tanggal dan tahun pengukuran, dan keadaan cuaca pada saat melakukan pengukuran.
xvi. selisih antara jumlah beda tinggi hasil pengukuran pergi terhadap jumlah beda tinggi hasil pengukuran pulang dalam tiap seksi harus 8 mm D, dengan pengertian bahwa D adalah panjang seksi dalam satuan km.
xvii. Setiap lembar formulir data ukur waterpas harus ditulis nomor lembarnya, nama pekerjaan, nama pengukur, alat yang digunakan, merek dan nomor seri alat yang digunakan, tanggal dan tahun pengukuran, dan keadaan cuaca pada saat melakukan pengukuran.
Comments
Post a Comment