Batuan Sedimen non klastik - Batubara
1.1
Batubara
·
Pengertian
Umum
Batubara merupakan sedimen
organik, lebih tepatnya merupakan batuan organik, terdiri dari kandungan
bermacam-macam pseudomineral. Batubara terbentuk dari sisa tumbuhan yang
membusuk dan terkumpul dalam suatu daerah dengan kondisi banyak air, biasa
disebut rawa-rawa. Kondisi tersebut yang menghambat penguraian menyeluruh dari
sisa-sisa tumbuhan yang kemudian mengalami proses perubahan menjadi batubara.
Selain tumbuhan yang ditemukan
bermacam-macam, tingkat kematangan juga bervariasi, karena dipengaruhi oleh
kondisi-kondisi lokal. Kondisi lokal ini biasanya kandungan oksigen, tingkat
keasaman, dan kehadiran mikroba. Pada umumnya sisa-sisa tanaman tersebut
dapat berupa pepohonan, ganggang, lumut, bunga, serta tumbuhan yang biasa hidup
di rawa-rawa. Ditemukannya jenis flora yang terdapat pada sebuah lapisan
batubara tergantung pada kondisi iklim setempat. Dalam suatu cebakan yang sama,
sifat-sifat analitik yang ditemukan dapat berbeda, selain karena tumbuhan
asalnya yang mungkin berbeda, juga karena banyaknya reaksi kimia yang
mempengaruhi kematangan suatu batubara.
Secara umum, setelah sisa
tanaman tersebut terkumpul dalam suatu kondisi tertentu yang mendukung (banyak
air), pembentukan dari peat (gambut) umumnya terjadi. Dalam hal ini peat tidak
dimasukkan sebagai golongan batubara, namun terbentuknya peat merupakan tahap
awal dari terbentuknya batubara. Proses pembentukan batubara sendiri secara
singkat dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan dari sisa-sisa tumbuhan
yang ada, mulai dari pembentukan peat (peatifikasi) kemudian lignit dan menjadi
berbagai macam tingkat batubara, disebut juga sebagai proses coalifikasi, yang
kemudian berubah menjadi antrasit.
Gambar
1.5.1 Tingkatan Batubara
Pembentukan batubara ini
sangat menentukan kualitas batubara, dimana proses yang berlangsung selain
melibatkan metamorfosis dari sisa tumbuhan, juga tergantung pada keadaan pada
waktu geologi tersebut dan kondisi lokal seperti iklim dan tekanan. Jadi
pembentukan batubara berlangsung dengan penimbunan akumulasi dari sisa tumbuhan
yang mengakibatkan perubahan seperti pengayaan unsur karbon, alterasi,
pengurangan kandungan air, dalam tahap awal pengaruh dari mikroorganisme juga
memegang peranan yang sangat penting.
·
Proses Pembentukan
Batubara
Pembentukan batubara pada umumnya
dijelaskan dengan asumsi bahwa material tanaman terkumpul dalam suatu periode
waktu yang lama, mengalami peluruhan sebagian kemudian hasilnya teralterasi
oleh berbagai macam proses kimia dan fisika. Selain itu juga, dinyatakan bahwa
proses pembentukan batubara harus ditandai dengan terbentuknya peat.
1.
Teori Rawa Peat (Gambut) – Autocthon
Teori ini menjelaskan bahwa
pembentukan batubara berasal dari akumulasi sisa-sisa tanaman yang kemudian
tertutup oleh sedimen diatasnya dalam suatu area yang sama. Dan dalam
pembentukannya harus mempunyai waktu geologi yang cukup, yang kemudian
teralterasi menjadi tahapan batubara yang dimulai dengan terbentuknya peat yang
kemudian berlanjut dengan berbagai macam kualitas antrasit. Kelemahan dari
teori ini adalah tidak mengakomodasi adanya transportasi yang bisa menyebabkan
banyaknya kandungan mineral dalam batubara.
2.
Teori Transportasi – Allotocton
Teori ini mengungkapkan bahwa
pembentukan batubara bukan berasal dari degradasi/peluruhan sisa-sisa tanaman
yang insitu dalam sebuah lingkungan rawa peat, melainkan akumulasi dari
transportasi material yang terkumpul didalam lingkungan aqueous seperti danau,
laut, delta, hutan bakau. Teori ini menjelaskan bahwa terjadi proses yang
berbeda untuk setiap jenis batubara yang berbeda pula.
3.
Proses Geokimia dan Metamorfosis
Setelah terbentuknya
lapisan source, maka berlangsunglah berbagai macam proses. Proses pertama
adalah diagenesis, berlangsung pada kondisi temperatur dan tekanan yang normal
dan juga melibatkan proses biokimia. Hasilnya adalah proses pembentukan
batubara akan terjadi, dan bahkan akan terbentuk dalam lapisan itu sendiri.
Hasil dari proses awal ini adalah peat, atau material lignit yang lunak.
Dalam tahap ini
proses biokimia mendominasi, yang mengakibatkan kurangnya kandungan oksigen.
Setelah tahap biokimia ini selesai maka berikutnya prosesnya didominasi oleh
proses fisik dan kimia yang ditentukan oleh kondisi temperatur dan tekanan.
Temperatur dan tekanan berperan penting karena kenaikan temperatur akan
mempercepat proses reaksi, dan tekanan memungkinkan reaksi terjadi dan
menghasilkan unsur-unsur gas. Proses metamorfisme (temperatur dan tekanan) ini
terjadi karena penimbunan material pada suatu kedalaman tertentu atau karena
pergerakan bumi secara terus-menerus didalam waktu dalam skala waktu geologi.
·
Komponen Penyusun
Batubara
Konsep bahwa batubara berasal dari sisa
tumbuhan diperkuat dengan ditemukannya cetakan tumbuhan di dalam lapisan
batubara. Dalam penyusunannya batubara diperkaya dengan berbagai macam polimer
organik yang berasal dari antara lain karbohidrat, lignin, dll. Namun komposisi
dari polimer-polimer ini bervariasi tergantung pada spesies dari tumbuhan
penyusunnya.
1.
Lignin
Lignin merupakan suatu unsur yang
memegang peranan penting dalam merubah susunan sisa tumbuhan menjadi batubara. Sementara
ini susunan molekul umum dari lignin belum diketahui dengan pasti, namun
susunannya dapat diketahui dari lignin yang terdapat pada berbagai macam jenis
tanaman. Sebagai contoh lignin yang terdapat pada rumput mempunyai susunan
p-koumaril alkohol yang kompleks. Pada umumnya lignin merupakan polimer dari
satu atau beberapa jenis alkohol. Hingga saat ini, sangat sedikit bukti kuat
yang mendukung teori bahwa lignin merupakan unsur organik utama yang menyusun
batubara.
2.
Karbohidrat
Gula atau monosakarida merupakan
alkohol polihirik yang mengandung antara lima sampai delapan atom karbon. Pada
umumnya gula muncul sebagai kombinasi antara gugus karbonil dengan hidroksil
yang membentuk siklus hemiketal. Bentuk lainnya mucul sebagai disakarida,
trisakarida, ataupun polisakarida. Jenis polisakarida inilah yang umumnya
menyusun batubara, karena dalam tumbuhan jenis inilah yang paling banyak
mengandung polisakarida (khususnya selulosa) yang kemudian terurai dan
membentuk batubara.
3.
Protein
Protein merupakan bahan organik yang
mengandung nitrogen yang selalu hadir sebagai protoplasma dalam sel mahluk
hidup. Struktur dari protein pada umumnya adalah rantai asam amino yang
dihubungkan oleh rantai amida. Protein pada tumbuhan umunya muncul sebagai
steroid, lilin.
Material
Organik Lain
4.
Resin
Resin merupakan material yang muncul
apabila tumbuhan mengalami luka pada batangnya.
5.
Tanin
Tanin umumnya banyak ditemukan pada
tumbuhan, khususnya pada bagian batangnya.
6.
Alkaloida
Alkaloida merupakan komponen organik
penting terakhir yang menyusun batubara. Alkaloida sendiri terdiri dari molekul
nitrogen dasar yang muncul dalam bentuk rantai.
7.
Porphirin
Porphirin merupakan
komponen nitrogen yang berdasar atas sistem pyrrole. Porphirin biasanya terdiri
atas suatu struktur siklik yang terdiri atas empat cincin pyrolle yang
tergabung dengan jembatan methin. Kandungan unsur porphirin dalam batubara ini
telah diajukan sebagai marker yang sangat penting untuk mendeterminasi
perkembangan dari proses coalifikasi.
8.
Hidrokarbon
Unsur ini terdiri atas bisiklik alkali,
hidrokarbon terpentin, dan pigmen kartenoid. Sebagai tambahan, munculnya
turunan picene yang mirip dengan sistem aromatik polinuklir dalam ekstrak
batubara dijadikan tanda inklusi material sterane-type dalam pembentukan batubara.
Ini menandakan bahwa struktur rangka tetap utuh selama proses pematangan, dan
tidak adanya perubahan serta penambahan struktur rangka yang baru.
9.
Konstituen Tumbuhan yang Inorganik (Mineral)
Selain material organik yang telah
dibahas diatas, juga ditemukan adanya material inorganik yang menyusun
batubara. Secara umum mineral ini dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu unsur
mineral inheren dan unsur mineral eksternal. Unsur mineral inheren adalah
material inorganik yang berasal dari tumbuhan yang menyusun bahan organik yang
terdapat dalam lapisan batubara. Sedangkan unsur mineral eksternal merupakan
unsur yang dibawa dari luar kedalam lapisan batubara, pada umumya jenis inilah
yang menyusun bagian inorganik dalam sebuah lapisan batubara.
·
Lingkungan Pengendapan
Batubara merupakan hasil dari
akumulasi tumbuh-tumbuhan pada kondisi lingkungan pengendapan tertentu.
Akumulasi tersebut telah dikenai pengaruh-pengaruh synsedimentary dan post-sedimentary.
Akibat pengaruh-pengaruh tersebut dihasilkanlah batubara dengan tingkat (rank)
dan kerumitan struktur yang bervariasi.
Lingkungan pengendapan
batubara dapat mengontrol penyebaran lateral, ketebalan, komposisi, dan
kualitas batubara. Untuk pembentukan suatu endapan yag berarti diperlukan suatu
susunan pengendapan dimana terjadi produktifitas organik tinggi dan penimbunan
secara perlahan-lahan namun terus menerus terjadi dalam kondisi reduksi tinggi
dimana terdapat sirukulasi air yang cepat sehingga oksigen tidak ada dan zat
organik dapat terawetkan. Kondisi demikian dapat terjadi diantaranya di
lingkungan paralik (pantai) dan limnik (rawa-rawa).
Menurut Diessel (1984, op
cit Susilawati ,1992) lebih dari 90% batubara di dunia terbentuk di
lingkungan paralik yaitu rawa-rawa yang berdekatan dengan pantai. Daerah
seperti ini dapat dijumpai di dataran pantai, lagunal, deltaik, atau juga
fluviatil.
Diessel (1992) mengemukakan
terdapat 6 lingkungan pengendapan utama pembentuk batubara (Tabel 2.1) yaitu gravelly
braid plain, sandy braid plain, alluvial valley and upper delta plain, lower
delta plain, backbarrier strand plain, dan estuary. Tiap lingkungan
pengendapan mempunyai asosiasi dan menghasilkan karakter batubara yang berbeda.
Tabel
1.2 Lingkungan Pengendapan Pembentuk Batubara
Environment
|
Subenvironment
|
Coal Characteristics
|
Gravelly
braid plain
|
Bars,
channel, overbank plains, swamps, raised bogs
|
mainly
dull coals, medium to low TPI, low GI, low sulphur
|
Sandy
braid plain
|
Bars,
channel, overbank plains, swamp, raised bogs,
|
mainly
dull coals, medium to high TPI, low to medium GI, low sulphur
|
Alluvial
valley and upper delta plain
|
channels,
point bars, floodplains and basins, swamp, fens, raised bogs
|
mainly
bright coals, high TPI, medium to high GI, low sulphur
|
Lower
delta plain
|
Delta
front, mouth bar, splays, channel, swamps, fans and marshes
|
mainly
bright coals, low to medium TPI, high to very high GI, high sulphur
|
Backbarrier
strand plain
|
Off-,
near-, and backshore, tidal inlets, lagoons, fens, swamp, and marshes
|
transgressive
: mainly bright coals, medium TPI, high GI, high sulphur
regressive :
mainly dull coals, low TPI and GI, low sulphur
|
Estuary
|
channels,
tidal flats, fens and marshes
|
mainly
bright coal with high GI and medium TPI
|
Proses pengendapan batubara
pada umunya berasosiasi dengan lingkungan fluvial flood plain dan delta
plain. Akumulasi dari endapan sungai (fluvial) di daerah pantai akan
membentuk delta dengan mekanisme pengendapan progradasi (Allen & Chambers,
1998).
Lingkungan delta plain
merupakan bagian dari kompleks pengendapan delta yang terletak di atas
permukaan laut (subaerial). Fasies-fasies yang berkembang di lingkungan delta
plain ialah endapan channel, levee, crevase, splay, flood plain, dan swamp.
Masing-masing endapan tersebut dapat diketahui dari litologi dan struktur
sedimen.
Endapan channel
dicirikan oleh batupasir dengan struktur sedimen cross bedding, graded
bedding, paralel lamination, dan cross lamination yang berupa
laminasi karbonan. Kontak di bagian bawah berupa kontak erosional dan terdapat
bagian deposit yang berupa fragmen-fragmen batubara dan plagioklas. Secara
lateral endapan channel akan berubah secara berangsur menjadi endapan flood
plain. Di antara channel dengan flood plain terdapat tanggul alam
(natural levee) yang terbentuk ketika muatan sedimen melimpah dari
channel. Endapan levee yang dicirikan oleh laminasi batupasir halus
dan batulanau dengan struktur sedimen ripple lamination dan
paralel lamination.
Pada saat terjadi banjir, channel
utama akan memotong natural levee dan membentuk crevase play.
Endapan crevase play dicirikan oleh batupasir halus – sedang dengan
struktur sedimen cross bedding, ripple lamination, dan bioturbasi.
Laminasi batupasir, batulanau, dan batulempung juga umum ditemukan. Ukuran
butir berkurang semakin jauh dari channel utamanya dan umumnya
memperlihatkan pola mengasar ke atas.
Endapan crevase play
berubah secara berangsur ke arah lateral menjadi endapan flood plain.
Endapan flood plain merupakan sedimen klastik halus yang diendapkan secara
suspensi dari air limpahan banjir. Endapan flood plain dicirikan oleh
batulanau, batulempung, dan batubara berlapis.
Endapan swamp
merupakan jenis endapan yang paling banyak membawa batubara karena lingkungan
pengendapannya yang terendam oleh air dimana lingkungan seperti ini sangat
cocok untuk akumulasi gambut. Tumbuhan pada sub-lingkungan upper delta
plain akan didominasi oleh pohon-pohon keras dan akan menghasilkan
batubara yang blocky. Sedangkan tumbuhan pada lower delta plai
didominasi oleh tumbuhan nipah-nipah pohon yang menghasilkan batubara berlapis
(Allen, 1985)
Comments
Post a Comment